Koteka
Koteka (sumber foto: Rumah Blog Papua) |
Koteka dikenal juga dengan nama horim atau bahasa Inggris dikenal sebagai penis gourd.
Terlalu banyak referensi yang salah tentang Koteka yang dapat anda temukan di internet. Kesalahan umum adalah mendefinisikan koteka sebagai pakaian tradisional sejumlah suku di Papua. Definisi yang benar tentang koteka adalah penutup kemaluan laki-laki berbentuk lonjong panjang, terbuat dari buah labu yang dikeringkan, dipakai oleh beberapa suku di Papua.
Bentuk koteka yang unik dan sederhana serta oleh sebagian kalangan dianggap kontroversial, sesungguhnya adalah sebuah kesederhanaan berpikir manusia khususnya suku di Papua untuk melindungi kemaluan laki-laki dari berbagai bahaya ketika sedang beraktifitas. Karena aktifitas laki-laki Papua termasuk berburu di hutan dan berkerja di tempat terbuka, maka kemaluan yang tidak terlindungi secara kuat dapat membahayakan keselamatan.
Mengapa kemaluan laki-laki sejumlah suku di Papua memerlukan perlindungan yang kuat ? Sebagai ilustrasi perbandingan adalah pelindung kemaluan atau Groin Guard yang biasa dipakai dalam olah raga bela diri seperti Mixed Martial Art (MMA). Fungsinya ada kemiripan yakni melindungi kemaluan laki-laki dari benturan yang keras dan membahayakan keselamatan. Ketika laki-laki dewasa Papua berburu di hutan yang tentunya terdapat banyak bahaya yang dapat menyebabkan benturan dengan tubuhnya, maka koteka dapat mengamankannya. Bandingan bila kemaluan laki-laki hanya ditutupi rajutan rumput tentu tidak cukup kuat untuk menahan dari benturan dengan benda keras saat berburu di hutan maupun ketika melakukan aktifitas sehari-hari. Permasalahan dari penutup kemaluan laki-laki adalah bagaimana membuat penis tidak bergerak sebagaimana kita menggunakan celana dalam. Secara fungsi koteka juga dapat membuat penis tidak bergerak dan bersarang dengan baik di dalam tabung koteka tersebut yang kemudian terikat ke bagian tubuh menghadap ke atas.
Koteka merupakan bagian dari sejarah yang tak terpisahkan dari masyarakat lokal Papua, terutama beberapa suku yang masih menggunakannya dalam kegiatan sehari-hari maupun pada kesempatan-kesempatan tertentu.
Seiring dengan perkembangan zaman, penggunaann koteka semakin jarang karena masukan pakaian modern seperti celana dalam, celana pendek dan celana panjang yang dianggap mampu menggantikan fungsi koteka dalam melindungi kemaluan laki-laki. Lebih khususnya perubahan terjadi di kota-kota maupun wilayah pesisir kota dimana kegiatan laki-laki sudah tidak lagi berburu. Bahkan kalangan laki-laki terpelajar di daerah Pegunungan Tengah dan Suku Dani yang tinggal di Kota Wamena, Papua sudah sangat jarang mengenakan koteka kecuali pada saat upacara adat.
Koteka secara fungsi telah dan diperkirakan akan semakin tergeser oleh penutup kemaluan yang modern yakni celana dalam. Kondisi tidak perlu dikhawatirkan karena manusia berubah tidak berarti melupakan akar tradisinya. Tradisi berkoteka dalam kehidupan sehari-hari mungkin akan terus berkurang karena manusia Papua yang juga mengalami modernisasi. Namun demikian keberadaan koteka sebagai warisan sejarah dan tradisi kuno suku-suku di Papua dapat tetap dijaga kelestariannya sebagai suatu karya seni yang tercipta pada saat pilihan menggunakan labu yang dikeringkan adalah yang terbaik untuk melindungi penis laki-laki.
Koteka merupakan warisan budaya tak benda sesuai dengan Konvensi UNESCO 2003 mengenai warisan budaya tak benda, dimana disebutkan bahwa warisan budaya tak benda mengandung arti berbagai praktik, representasi, ekspresi, pengetahuan, keterampilan yang diakui oleh berbagai komunitas, kelompok, dan dalam beberapa hal tertentu, perorangan sebagai bagian warisan budaya mereka.
Untuk mengetahui Koteka secara lebih lengkap dapat dibaca pada artikel seorang arkeolog Hari Suroto yang menulis: Selengkapnya Tentang Koteka, Sejarah dan Kisahnya di Papua.
Selain itu, pengunjung blog ini juga dalam membaca beragam berita dan kisah tentang Papua dalam bahasa Inggris pada: West Papua Online
Komentar
Posting Komentar